Latest Posts

“SANDUR” Sebagai Sarana Pelestrian Budaya Lokal dan Metode Pembelajaran Yang Efektif Untuk Penunjang Perkembangan Nilai Moral Pada Anak di Era Serba Modern.

By 05.37


Kesenian sandur berasal dari permainan anak-anak. Ada beberapa versi mengenal kata sandur,vdi antaranya dari kata “san” yang berarti selesai panen (isan) dan “dhur” berarti ngendus. Jadi, pementasan sandur ini biasanya di pentaskan pada saat panen raya. Dari sumber lain mengatakan bahwa sundur berasal dari bahasa belanda yaitu “soon” yang berarti anak-anak dan “door” yang berarti meneruskan. Berbagai sumber lain juga menyebutkan bahwa sandur terdiri dari berbagai cerita tersebut dengan sandiwara ngendur, artinya kesenian itu terjadi karena berisi tentang berbagai macam cerita yang tak habis sampai pagi. Kesenian ini kemudian berkembang menjadi produk kesenian yang bertumpuh pada upacara ritual. Awal keberadaannya tidak diketahui namun tidak dapat di peroleh bahwa sandur ada sejak jaman kerajaan yang masih menganut aliran kepercayaan.
Pada sekitar tahun 1960-an kesenian ini mengalami kemajuan, yang sangat pesat, hampir disetiap desa di kecamatan Bojonegoro memiliki kelompok kesenian sandur, kemudian pada tahun 1965 kesenian sandur mengalami kemunduran yang sangat deratis hingga kesenian sandur ini muncul kembali pada tahun 1978 dan baru pada tahun 1993 sandur di pentaskan kembali. Seni pertunjukan sandur dapat di kategorikan sebagai seni pertunjukan tradisional yang berbentuk teater tradisional. Sebagai teater tradisoanal, sandur memiliki ciri-ciri yang sama dengan teater tradisional daerah lainnya yaitu mempunyai sifat yang sederhana dalam penyajiannya sebagai bentuk teater tradisional seni pertunjukan sandur mempunyai unsur cerita (drama), tari, karawitan, dan lain-lain. Saat ini sandur di pentaskan dengan bentuk dan struktur drama yang lebih tertata.

Keberadaan seni pertunjukan sandur.
Kesenian tradisional, khususnya seni pertunjukan rakyat tradisional yang memiliki, hidup dan berkembang dalam masyarakat, sebenarnya mempunyai fungsi penting hal ini terlihat dari dua segi, yaitu dari segi jangkau penyebaran dan fungsi sosialnya.  Dari segi penyebaran seni pertunjukan rakyat memiliki wilayah jangkauan yang meliputi seluruh masyarakat di manapun berada dari segi fungsi sosialnya, data tarik pertunjukan rakyat terletak pada kemampuannya sebagai pembangun solidaritas kelompok kesenian sandur memiliki nilai dan fungsi bagi kehidupan masyarakat yang melakoninya.
Seni pertunjukan sandur berasal dari permainan anak-anak yang kemudian berkembang menjadi kesenian dan juga upacara ritual, sandur adalah sebuah produk budaya masyarakat Bojonegoro, khususnya desa Ledok Kulon. Kehadirannya sebagai bentuk media interaksi dalam norma kehidupan, kesenian ini hadir karena solidaritas masyarakat atas nilai tersebut, dalam organisasi kelompok masyarakat setempat, dalam kehidupan saat ini telah hadir sebuah peradaban baru yang biasanya disebut dengan era transfarmasi, era ini membawa sistem nilai baru dalam masyarakat dengan masuknya aneka barang elektronik yang melengkapi kehidupan masyarakat, produk tersebut memberikan wawasan baru yang datanya tak terkendali, terbih dengan merabahnya stasiun televisi yang operasionalnya cenderung menayangkan acara impor, telah menyebabkan ketidakseimbangaan informasi. Hal ini dapat berakibat buruk terhadap tingkah laku remaja, disadari atau tidak masyarakat Bojonegoro merupakan masyarakat yang cukup selektif, artinya mereka mampu mempertahankan norma dan adat yang berlaku dalam era transflamasi, disamping sebagai media informasi dan hiduran. Sandur berawal dari sebuah permainan anak-anak pertunjukan yang diadakan pada tanah lapang yang fungsi awalnya  adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang dicapai, pemanggilan roh dan perlindungan nenek moyang terhadap kehidupan mereka, merupakan rangkaian maksut diselenggarakannya upacara ritual mereka. Sistem dan nilai-nilai yang di terapkan mengandung mitos norma. Norma dasar  tata laku dalam hubungan kepentingan, nilai tersebut merupakan sebuah warisan pemahaman, sebagimana seharusnya kehidupan orang jawa. Kehidupan masyarakat yang merupakan bentuk kesenian sandur yang bermakna upacara kesuburan, upacara yang rutin dilaksanakan ketika masa panen tiba.kehadiran berbagai macam agama didaerah ini sedikit banyak telah mempengaruhi bentuk kesenian sandur. Karena pada saat itu kesenian dan keadaan sosial masyarakat merupakan alat politik untuk seorang raja baik pada masa Hindu, Budha maupun pada masa Islam.
Sandur bagi masyarakat berfungsi sebagai media penerangan dan pendidikan selain sebagai hiburan secara moral sandur menjadi penyeimbang di era transformasi ini, di era zaman serba cangih ini, penawaran yang di lakukan oleh zaman, dirasakan tidak selalu sesuai dengan kehidupan masyarakat setempat, norma-norma tersebut didapatkan dari kehidupan nilai norma sehingga hukum adat yang tidak tertulis, sejauh ini masyarakat berusaha tidak mengubah bentuk penyajian petunjuk sandur yang merupakan cermin keberhasilan masyarakat atas nilai penyeimbangan dan fungsi kesenian ini dalam kehidupan sehari-hari. Tema cerita yang di angkat adalah tentang kehidupan masyarakat sehari-hari yang nerupakan cermin keadaan realita sosial.pementasan kesenian sandur dimainkan oleh sekitar 20 sampai 25 orang, ke 25 orang tersebut terbagi menjadi perananya masing-masing.
Seni pertunjukan kesenian sandur biasanya dipentaskan ditanah lapang, dibatasi pagar berbentuk bujur sangkar yang biasa disebut blabar janur kuning dan digantungi aneka jajanan  pasar, selain itu juga terdapat ketupat dan lontong ,ketan atau lepet, dua batang bambu ditancapkan, diantara bambu tersebut dipasang tali besar yang menghubungkan kedua bambu, kedua batang bambu beserta talinya tersebut digunakan adegan yang dinamakan adegan kalongking. Itulah tempat yang biasa digunakan untuk pementasan sandur. Tata cahaya dalam pertunjukan kesenian sandur adalah obor, yang biasa diguanakn dalam pertunujakan sandur ini warga menyebutnya obor mrutu sewu. Obor mrutu sewu yang lubang untuk menyalakan apinya terdapat lebih dari tiga lubang, obor mrutu sewu ini terbuat dari bambu, biasanya terbuat dari jenis bambu ori, bambu ori ini memang banyak terdapat di Bojonegoro dan banyak tersebar di daerah perdesaan di seluruh kabupaten Bojonegoro. Obor mrutu sewu ini di pasang  di sekeliling area petunjukan kesenian sandur.
Seperti halnya jenis kesenian tradisional lainnya yang selalu mengunakan sesaji dalam pementasanya. Seperti halnya tayub, ludruk, karawitan dan lain-lain. Demikian jupa kesenian pertunjukan sandur, juga menggunakan sesaji. Ssesaji ini dibuat dengan tujuan agar acara pertunjukan dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Sesaji yang disiapkan antara lain, beras secukupnya, dupa, cikalan (potongan kelapa) yang tengahnya di beri gula merah, dan kembang setama atau sejenis berbagai kembang. Sandur terdiri dari delapan adegan yang terdapat dalam tiga babak, sedangkan pergantian babak selalu di tandai dengan tembang yang di lanturkan oleh panjak hore. Panjak hore adalah bagian dar perani pementaan kesenian sandur yang tugasnya  melantunkan tembang-tembang. Dalam seni pertunjukan sandur tembang berfungsi sebagai pengiring keluar masuknya peran dan pergantian adegan, selain itu tembang juga berfungsi sebagai mantera pamanggilan rooh atau bidadri.
Tembang yang digunakan dalam seni pertunjukan sandur sangat fungsional. Selain sebagai pengiring keluar masuknya pemain dan berakhirnya babak permainan, juga berfungsi sebagai mantera pemanggil rooh halus. Kostum merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam sebuah pertunjukan, begitu juga halnya dengan seni pertunjukan sandur yang menggunakan kostum untuk membedakan karakter peran satu dengan karakter lainnya. Kostum yang digunakan oleh para pemerannya yang mempunyai sifat khusus. Contohnya kostum petak, kostum yang digunakan oleh tokoh peran petak adalah, kuluk, sumping, dan sarjan warna putih, tokoh petak ini menggambarkan masyarakat kelas bawah, yang mamiliki karakter pekerja keras, ulet, lugu, dalam pendiriannya. Kostum tokoh balong, kostum ini memakai kuluk, elar, celana cinde dan pakaian hitam. Balong adalah gambaran masyarakat kelas bawah, yang mempunyai sifat lemah, bodoh dan mudah putus asa. Selanjutnya kostum tokoh kangsil, kostum yang di pakai tangsil adalah jas, dasi. celana panjang dan memakai topi kompeni. Tokoh ini mengambarkan orang yang sudah mapan, kaya, dewasa, bijaksana, dan berwawasan luas. Ada juga tokoh cawik dan germo, tokoh cawik biasanya di perankan oleh seorang wanita. Kostum yang di pakai cawik biasanya adalah kostum seorang penari, tokoh cawik adalah seorang tokoh yang menggambarkan seorang wanita yang berprofesi sebagai sindir atau penyanyi (penari tayub). Sedangkan tokoh yang di perankan sebagai germo, memakai celana komprang hitam, dan iket. Tokoh ini memilikin karakter tua, bijaksana dan merupakan identifikasi seorang pemimpin. Tokoh-tokoh pendukung lainnya seperti panjak kendang, panjak gong, panjak hore, tukang jaran dan pemain seorang kaongking biasanya memakai kostum seperti petani yaitu hanya menggunakan celana komprang warna hitam.
Teks atau naskah kesenian sandur merupakan sebuah cermin kehidupan masyarakat desa Ledok Kulon kabupaten Bojonegoro. begitu juga sebaliknya sistem kehidupan masyarakat yang kolektif menjadi titik tolak dalam penyutradaraan kesenian sandur ini. Awalnya cerita yang di sajikan dalam seni pertunjukan sandur hanya berdasarkan cerit turun temurun dan mitos yang berkembang di daerah ledok kulon tersebut. Penuangan cerita dan  mitologi kedalam kesenian sandur dalam menggunakan naskah tertulis atau masih merupakan ceritan pitutur. Cerita yang tertulis dalam bentuk teks atau naskah pertama kali dibuat pada tahun 1993 saat sandur mengikuti pagelaran yang diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta. Di dalam naskah ini, tertulis urutan keluar masuknya para tokoh peran dan urutan tembang yang disajikan. Dalam penggarapan naskah sandur, sutradara merupakan kreator. Sutradara berperan juga sebagai koodintor latihan, sekaligus menjadi mediator untuk mengungkapkan naskah dan tujuan misinya. Namun, tidak jarang seorang penulis naskah merupakan seorang sutradara sekaligus pemain. Sutradara dalam sandur ini biasanya berperan sebagai tokoh germo yang berfungsi sebagai dalang yang sekaligus dukun yang mengobati para pemain jaranan yang sedang trans. Untuk penonton itu sendiri terdiri dari semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Tingkat apresisi masyarakat terhadap kesenian Sandur ini tergolong baik, ini dapat dilihat dari banyak jumlahnya penonton. Tak jarang para penonton juga ikut menirukan tembang yang dilantunkan oleh panjak hore.
Perubahan Struktur Drama Pada Pertunjukan Sandur di Bojonegoro.
Dari sumber berpendapat bahwa perbandingan bentuk pertunjukan untuk mengetahui koherensi, masing-masing bagian dan unsur-unsurnya dapat dipahami keberadaan struktur bentuknya secara keseluruhan , yakni adanya hubungan timbale balik antara subyek dan bentuknya yang bersifat secara internal dan eksternal dalam menciptakan suatu kesatuan penampilan yang harmonis. Unsure unsure yang dianalisis adalah tema cerita, pemain, pola permainan, tata arias dan busana, property, iringan lagu atau tembang, tempat dan sarana pertunjukan, waktu penyajian dan penonton. Dan berikut ini adalah uraian analisis unsur unsur pertunjukan sandur di Bojonegoro yang telah mengalami moderisasi di bandingakan dengan sandur di kabupaten Tuban.
Tema lakon pertunjukan sandur adalah persoalan kehidupan sehari hari tentang kehidupan masyarakat. Dalam hal ini kehidupan  yang mencangkup hubungan antar masyarakat, antara masyarakat  dengan individu dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Lakon sandur bercerita tentang persoalan sosial, konflik, serta peristiwa yang dapat ditemui pada kehidupan masyarakat. Petani misalnya, mencari pekerjaan menggarap lahan pertanian, saling mengejek kekurangan uang. Sebagai contoh lakon petak. Dalam lakon ini diceritakan tentang tokoh petak yang sedang mencari pekerjaan kepada germo, namun germo tidak dapat memenuhi keinginan petak, kemudian menyarankan kepada petak untuk meminta pekerjaan kepada tangsil. Ditempat tangsil juga tidak dapat dipekerjakan yang kemudian dalihkan kepada balong. Yang akhirnya balong member pekerjaan kepada petak. Yakni mencari lahan pertanian untuk bercocok tanam.
Pemain yang pada awalnya seluruh permainan sandurn diperankan oleh laki-laki, namun dalam perkembangannya dapat berubah sesuai dengan kebutuhan ceritanya. Sebagai contoh pertunjukan sandur di Bojonegoro tokoh cawik digantikan oleh peran perempuan, namun tidak untuk sandur di Tuban yang seluruh pemainnya tetap laki-laki hingga saat ini. Pada peran tokoh perempuan yang di mainkan oleh laki-laki pada penokohan ini di anggap sebagai peraturan yang tidak dapat diubah. Selain itu masih dipertahankan aturan bahwa pertunjukan sandur dimainkan oleh anak laki-laki yang belum balig atau belum di khitan. Menurut peratran, anak anak tersebut tidak bisa di khitan sebelum memainkan peran pada pertunjukan sandur sebanyak empat puluh kali. Aturan tersebut sudah menjadi pakem khususnya pada peran petak, cawik, tangsil, dan balong. Empat tokoh inilah yang disebut “sandur” dalam tradisi sandur di Tuban. Maksud dari fenomena ini adalah menjaga kesakralan dalam setiap pertunjukannya. Beberapa pemain yang sudah di sebutkan diatas adalah unsur pemain yang sama-sama terdapat pada masing masing sandur. Selain pemain pemain tersebut, masih ada beberapa pemain yang tidak dimiliki oleh masing masing sandur yang akhirnya menjadi identitas kekhususan masing masing. Misalnya sandur di Bojonegoro terdapat tukang jaran, srati, pandegra dan tukang ngalong. Demikian pula pada sandur di Tuban masih terdapat pelaku yang tidak di temukan di sandur Bojonegoro yakni mantri, nyai, cah angon, kaji nyolong celeng, cino dingklang pados celeng, sopir cikar (bajingan), juru kunci atau tukang tandhuk, ketua rombongan, panjak oncor, tukang kedut dan tukang bancik.
Pola permainan dalam penyajiannya pada sandur di Bojonegoro terdiri dari tiga bagian yaitu: bagian pembuka, bagian isi cerita atau inti cerita, dan bagian akhir atu penutup. Dalam bentuk penyajiannya sandur dilakukan dengan dialog dan menari. Dialog yang di gunakan adalah bahasa Jawa dengan dialeg Bojonegoro. Dialog dilakukan secara berulang ulang sehingga terkesan monoton, yang diungkapkan tidak hanya laku dan suara (dalam bentuk percakapan), tetapi serentak dilakukan juga dengan menyanyikan dan bergerak yang di iringi musikm secara terpadu. Pada sandur di Tuban, pertunjukan terdiri dari empat bagian yakni: bagian pra pertunjukan, pembukaan pertunjukan, adegan inti atau isi cerita, bagian penutup atau akhir, pada bagian penutup atau akhir di iringi dengan gambluh oleh-oleh. Pada tradisinya sandur di Tuban maupun di Bojonegoro keduanya dipentaskan pada malam hari yakni di mulai pukul 21.00 WIB sampai menjelang subuh. Namun pada masa perkembangannya, saat ini sandur dipentaskan dengan durasi 2 sampai 3 jam saja. Faktor-faktir yang membuat durasi sandur mulai berkurang di antaranya adalah kesesuaian cerita dan tujuan yang akan disampaikan, keberadaan penonton juga menjadi perhatian pada sukses atau tidaknya pertunjukan sandur. Kesenian sandur sebagai kesenian rakyat memiliki wujud atau bentuk khas yang berdiri sendiri secara utuh. Bentuk tersebut dapat dinilai melalui analisa unsur-unsur yang terdapat didalamnya.
Potensi lokal bak intan. Harus digali untuk mendapatkannya, harus diasah agar berkilau, menampilkan keindahannya. Betapa beruntungnya kita, karena seluruh pelosok negeri ini dianugerahi banyak potensi yang menunggu untuk ditemukan dan dikilaukan. Begitupun dengan Bojonegoro, kota dimana saya di besarka, kota dimana sekarang saya tinggal dan menempuh pendidikan. Saya yakin Bojonegoro tak luput dari keberuntungan yang dimiliki negeri ini. Jika kita menyebut nama kota kecil ini di kota-kota besar, sering kita mendapat selorohan seperti “Bojonegoro itu dimana sih? Letaknya di daerah mana? Emangnya di peta ada?” miris mendengarnya. Betapa Bojonegoro menjadi kota yang belum dikenal banyak orang. Bojonegoro hanyalah kota kecil yang belum menunjukkan kilaunya.
Sebenarnya banyak sekali potensi yang bisa kita temukan dari Bojonegoro. Misalnya, dari segi ekonomi. Bojonegoro memiliki tambang minyak yang sangat berpotensi untuk meningkatkan perekonomian daerah. Dari segi pariwisata, Bojonegoro memiliki obyek wisata seperti Bendungan Gerak yang terdapat di kecamatan Kalitidu, Waduk Pcal di kecamatan Temayang, Kedung Maor di kecamatan Temayang, dan juga baru-baru ibi Bojonegoro memiliki tempat wisata yang tidak kalah keren dari kota lain, yaitu terdapatnya wisata Negeri Atas Angin yang berada di kecamatan Sekar daerahh kabupaten Bojonegoro bagian selatan, dan masih banyak lagi tempat wisata yang ada di Bojonegoro. Semua menjadikan Bojonegoro kota yang diminati para wisatawan domestik maupun luar untuk berkunjung dan menikmati wisata yang ada di Bojonegoro ini. Dari segi budaya? Jangan salah. Bojonegoro mempunyai segudang tradisi, kisah sejarah, maupun kesenian. Jika kita pernah menengok kebelakang ada sebuah potensi di bidang kesenian yang luput dari pandangan kita. Kesenian apakh itu? Sandur. Mungkin kita asing mendengarnya. Memang sandur pernah berkilau di eranya, namun perlahan meredup, bahkan nyaris musnah. Sandur merupakan perpaduan antara tari dan teater tradisional. Pertunjukan teater dalam sandur dimainkan oleh empat tokoh pakem yang harus ada. Mereka akan memainkan cerita yang berkaitan dengan agrarian seperti bercocok tanam, mencari kerja, atau menikah, biasanya pertunjukan ini diawali sengan tarian jaranan dan di akhiri dengan atraksi kalongking. Sandur berbeda dengan format pertunjukan teater lainnya. Ini yang membuat sandur menjadi unik.
Keunikan sandur tidak hanya itu saj. Pada zaman dahulu, sandur memang seing di pentaskan dalam pesta rakyat atau hajatan. Banyak sekali penikmat sandur pada saat itu, mereka mereka akan berbondong-bondong menontonnya, kebanyakan dari mereka menunggu-nunggu penampilan jaranan dan kalogking. Para penginggat kesenian daerah mulai sedikit demi sedikit menghapus pandangan buruk tentang sandur, mereka berniat untuk mengembalikan citra baik sandur dimata masyarakat, sandur mulai dengan pentaskan kembali dalam kesempatan-kesempatan tertentu. Meskipun ini artinya fungsi sandur menjadi bergeser, tidak lagi sebagai pertunjukan dalam pesta rakyat atau hajatan.sandur bahkan mulai di perkenalkan pada para pelajar dengan masuknya sandur dalam teater-teater sekolah. Para pelajar di ajari bermain sandur lalu mementaskannya. Sandur pun kini mulai di libatkan dalam lomba dan di tampilkan dalam festival kesenian.unsur-unsur mistis dari sandur pun otomatis di hilangkan, juga terdapat improvisasi di sana-sini dalam penyajiannya, misalnya saja ide cerita yang di sesuaikan oleh kebutuhan.
Beruntunglah, dengan adanya usaha-usah menggali dan memperdayakan sandur, masyarakat  Bojonegoro. Kesenian pun membangun dan melestarikan kearifan lokal, selain itu juga menambah keanekaragaman jenis potensi Bojonegoro. Keraagaman jenis potensi lokal memang sangatlah bergantung pada pola pikir dan moral masyarakatnya. Bagaimana mereka memiliki kesadaran untuk mempertahankan potensi yang sudah ada, dan bagaimana mereka mencari cara untuk mengembangkan sebuah potensi bagaimana mestinya. Jika pola pikir dan moral yang baik telah tertanam dalam diri masyarakat Bojonegoro, semestinya mereka akan berlomba-lomba untuk menggali, memoertahankan, dan mengembangkan potensi-potensi lokal dari kota tercintanya ini.
Untuk itu,masyarakat Bojonegoro secara luas harusnya lebih mengenal sandur. Kita patut mempertahankannaya sebagai budaya warisan leluhur, dan kemudian mengembangkannya untuk dapat di lihat dari kanca yang lebih luas lagi. Tinggal sedikit lagi kita menggasanya, kita bisa yakin sandur akan kembali berkilau seperti sedia kala.

Desinta Ika Rezalina
Semestr II prodi S1 Kep.
Stikes Icsada Bojonegoro

You Might Also Like

0 komentar