“SANDUR” Sebagai Sarana Pelestrian Budaya Lokal dan Metode Pembelajaran Yang Efektif Untuk Penunjang Perkembangan Nilai Moral Pada Anak di Era Serba Modern.
Kesenian sandur berasal dari
permainan anak-anak. Ada beberapa versi mengenal kata sandur,vdi antaranya dari
kata “san” yang berarti selesai panen (isan) dan “dhur” berarti ngendus. Jadi,
pementasan sandur ini biasanya di pentaskan pada saat panen raya. Dari sumber
lain mengatakan bahwa sundur berasal dari bahasa belanda yaitu “soon” yang
berarti anak-anak dan “door” yang berarti meneruskan. Berbagai sumber lain juga
menyebutkan bahwa sandur terdiri dari berbagai cerita tersebut dengan sandiwara
ngendur, artinya kesenian itu terjadi karena berisi tentang berbagai macam
cerita yang tak habis sampai pagi. Kesenian ini kemudian berkembang menjadi
produk kesenian yang bertumpuh pada upacara ritual. Awal keberadaannya tidak
diketahui namun tidak dapat di peroleh bahwa sandur ada sejak jaman kerajaan
yang masih menganut aliran kepercayaan.
Desinta Ika Rezalina
Pada sekitar
tahun 1960-an kesenian ini mengalami kemajuan, yang sangat pesat, hampir
disetiap desa di kecamatan Bojonegoro memiliki kelompok kesenian sandur,
kemudian pada tahun 1965 kesenian sandur mengalami kemunduran yang sangat
deratis hingga kesenian sandur ini muncul kembali pada tahun 1978 dan baru pada
tahun 1993 sandur di pentaskan kembali. Seni pertunjukan sandur dapat di
kategorikan sebagai seni pertunjukan tradisional yang berbentuk teater
tradisional. Sebagai teater tradisoanal, sandur memiliki ciri-ciri yang sama
dengan teater tradisional daerah lainnya yaitu mempunyai sifat yang sederhana
dalam penyajiannya sebagai bentuk teater tradisional seni pertunjukan sandur
mempunyai unsur cerita (drama), tari, karawitan, dan lain-lain. Saat ini sandur
di pentaskan dengan bentuk dan struktur drama yang lebih tertata.
Keberadaan
seni pertunjukan sandur.
Kesenian
tradisional, khususnya seni pertunjukan rakyat tradisional yang memiliki, hidup
dan berkembang dalam masyarakat, sebenarnya mempunyai fungsi penting hal ini
terlihat dari dua segi, yaitu dari segi jangkau penyebaran dan fungsi sosialnya.
Dari segi penyebaran seni pertunjukan rakyat memiliki wilayah jangkauan yang
meliputi seluruh masyarakat di manapun berada dari segi fungsi sosialnya, data
tarik pertunjukan rakyat terletak pada kemampuannya sebagai pembangun
solidaritas kelompok kesenian sandur memiliki nilai dan fungsi bagi kehidupan
masyarakat yang melakoninya.
Seni
pertunjukan sandur berasal dari permainan anak-anak yang kemudian berkembang
menjadi kesenian dan juga upacara ritual, sandur adalah sebuah produk budaya
masyarakat Bojonegoro, khususnya desa Ledok Kulon. Kehadirannya sebagai bentuk
media interaksi dalam norma kehidupan, kesenian ini hadir karena solidaritas
masyarakat atas nilai tersebut, dalam organisasi kelompok masyarakat setempat,
dalam kehidupan saat ini telah hadir sebuah peradaban baru yang biasanya
disebut dengan era transfarmasi, era ini membawa sistem nilai baru dalam
masyarakat dengan masuknya aneka barang elektronik yang melengkapi kehidupan
masyarakat, produk tersebut memberikan wawasan baru yang datanya tak
terkendali, terbih dengan merabahnya stasiun televisi yang operasionalnya
cenderung menayangkan acara impor, telah menyebabkan ketidakseimbangaan
informasi. Hal ini dapat berakibat buruk terhadap tingkah laku remaja, disadari
atau tidak masyarakat Bojonegoro merupakan masyarakat yang cukup selektif,
artinya mereka mampu mempertahankan norma dan adat yang berlaku dalam era
transflamasi, disamping sebagai media informasi dan hiduran. Sandur berawal
dari sebuah permainan anak-anak pertunjukan yang diadakan pada tanah lapang
yang fungsi awalnya adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen
yang dicapai, pemanggilan roh dan perlindungan nenek moyang terhadap kehidupan
mereka, merupakan rangkaian maksut diselenggarakannya upacara ritual mereka.
Sistem dan nilai-nilai yang di terapkan mengandung mitos norma. Norma dasar
tata laku dalam hubungan kepentingan, nilai tersebut merupakan sebuah warisan
pemahaman, sebagimana seharusnya kehidupan orang jawa. Kehidupan masyarakat
yang merupakan bentuk kesenian sandur yang bermakna upacara kesuburan, upacara
yang rutin dilaksanakan ketika masa panen tiba.kehadiran berbagai macam agama
didaerah ini sedikit banyak telah mempengaruhi bentuk kesenian sandur. Karena
pada saat itu kesenian dan keadaan sosial masyarakat merupakan alat politik
untuk seorang raja baik pada masa Hindu, Budha maupun pada masa Islam.
Sandur bagi
masyarakat berfungsi sebagai media penerangan dan pendidikan selain sebagai
hiburan secara moral sandur menjadi penyeimbang di era transformasi ini, di era
zaman serba cangih ini, penawaran yang di lakukan oleh zaman, dirasakan tidak
selalu sesuai dengan kehidupan masyarakat setempat, norma-norma tersebut
didapatkan dari kehidupan nilai norma sehingga hukum adat yang tidak tertulis,
sejauh ini masyarakat berusaha tidak mengubah bentuk penyajian petunjuk sandur
yang merupakan cermin keberhasilan masyarakat atas nilai penyeimbangan dan
fungsi kesenian ini dalam kehidupan sehari-hari. Tema cerita yang di angkat
adalah tentang kehidupan masyarakat sehari-hari yang nerupakan cermin keadaan
realita sosial.pementasan kesenian sandur dimainkan oleh sekitar 20 sampai 25
orang, ke 25 orang tersebut terbagi menjadi perananya masing-masing.
Seni
pertunjukan kesenian sandur biasanya dipentaskan ditanah lapang, dibatasi pagar
berbentuk bujur sangkar yang biasa disebut blabar janur kuning dan digantungi
aneka jajanan pasar, selain itu juga terdapat ketupat dan lontong ,ketan
atau lepet, dua batang bambu ditancapkan, diantara bambu tersebut dipasang tali
besar yang menghubungkan kedua bambu, kedua batang bambu beserta talinya
tersebut digunakan adegan yang dinamakan adegan kalongking. Itulah tempat yang
biasa digunakan untuk pementasan sandur. Tata cahaya dalam pertunjukan kesenian
sandur adalah obor, yang biasa diguanakn dalam pertunujakan sandur ini warga
menyebutnya obor mrutu sewu. Obor mrutu sewu yang lubang untuk menyalakan
apinya terdapat lebih dari tiga lubang, obor mrutu sewu ini terbuat dari bambu,
biasanya terbuat dari jenis bambu ori, bambu ori ini memang banyak terdapat di
Bojonegoro dan banyak tersebar di daerah perdesaan di seluruh kabupaten
Bojonegoro. Obor mrutu sewu ini di pasang di sekeliling area petunjukan
kesenian sandur.
Seperti
halnya jenis kesenian tradisional lainnya yang selalu mengunakan sesaji dalam
pementasanya. Seperti halnya tayub, ludruk, karawitan dan lain-lain. Demikian
jupa kesenian pertunjukan sandur, juga menggunakan sesaji. Ssesaji ini dibuat
dengan tujuan agar acara pertunjukan dapat berjalan dengan lancar dan sukses.
Sesaji yang disiapkan antara lain, beras secukupnya, dupa, cikalan (potongan
kelapa) yang tengahnya di beri gula merah, dan kembang setama atau sejenis
berbagai kembang. Sandur terdiri dari delapan adegan yang terdapat dalam tiga
babak, sedangkan pergantian babak selalu di tandai dengan tembang yang di
lanturkan oleh panjak hore. Panjak hore adalah bagian dar perani pementaan
kesenian sandur yang tugasnya melantunkan tembang-tembang. Dalam seni
pertunjukan sandur tembang berfungsi sebagai pengiring keluar masuknya peran
dan pergantian adegan, selain itu tembang juga berfungsi sebagai mantera
pamanggilan rooh atau bidadri.
Tembang yang
digunakan dalam seni pertunjukan sandur sangat fungsional. Selain sebagai
pengiring keluar masuknya pemain dan berakhirnya babak permainan, juga
berfungsi sebagai mantera pemanggil rooh halus. Kostum merupakan salah satu
bagian yang sangat penting dalam sebuah pertunjukan, begitu juga halnya dengan
seni pertunjukan sandur yang menggunakan kostum untuk membedakan karakter peran
satu dengan karakter lainnya. Kostum yang digunakan oleh para pemerannya yang
mempunyai sifat khusus. Contohnya kostum petak, kostum yang digunakan oleh
tokoh peran petak adalah, kuluk, sumping, dan sarjan warna putih, tokoh petak
ini menggambarkan masyarakat kelas bawah, yang mamiliki karakter pekerja keras,
ulet, lugu, dalam pendiriannya. Kostum tokoh balong, kostum ini memakai kuluk,
elar, celana cinde dan pakaian hitam. Balong adalah gambaran masyarakat kelas
bawah, yang mempunyai sifat lemah, bodoh dan mudah putus asa. Selanjutnya
kostum tokoh kangsil, kostum yang di pakai tangsil adalah jas, dasi. celana
panjang dan memakai topi kompeni. Tokoh ini mengambarkan orang yang sudah
mapan, kaya, dewasa, bijaksana, dan berwawasan luas. Ada juga tokoh cawik dan
germo, tokoh cawik biasanya di perankan oleh seorang wanita. Kostum yang di
pakai cawik biasanya adalah kostum seorang penari, tokoh cawik adalah seorang
tokoh yang menggambarkan seorang wanita yang berprofesi sebagai sindir atau
penyanyi (penari tayub). Sedangkan tokoh yang di perankan sebagai germo,
memakai celana komprang hitam, dan iket. Tokoh ini memilikin karakter tua,
bijaksana dan merupakan identifikasi seorang pemimpin. Tokoh-tokoh pendukung
lainnya seperti panjak kendang, panjak gong, panjak hore, tukang jaran dan
pemain seorang kaongking biasanya memakai kostum seperti petani yaitu hanya
menggunakan celana komprang warna hitam.
Teks atau
naskah kesenian sandur merupakan sebuah cermin kehidupan masyarakat desa Ledok
Kulon kabupaten Bojonegoro. begitu juga sebaliknya sistem kehidupan masyarakat
yang kolektif menjadi titik tolak dalam penyutradaraan kesenian sandur ini.
Awalnya cerita yang di sajikan dalam seni pertunjukan sandur hanya berdasarkan
cerit turun temurun dan mitos yang berkembang di daerah ledok kulon tersebut.
Penuangan cerita dan mitologi kedalam kesenian sandur dalam menggunakan
naskah tertulis atau masih merupakan ceritan pitutur. Cerita yang tertulis
dalam bentuk teks atau naskah pertama kali dibuat pada tahun 1993 saat sandur
mengikuti pagelaran yang diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah di
Jakarta. Di dalam naskah ini, tertulis urutan keluar masuknya para tokoh peran
dan urutan tembang yang disajikan. Dalam penggarapan naskah sandur, sutradara
merupakan kreator. Sutradara berperan juga sebagai koodintor latihan, sekaligus
menjadi mediator untuk mengungkapkan naskah dan tujuan misinya. Namun, tidak
jarang seorang penulis naskah merupakan seorang sutradara sekaligus pemain.
Sutradara dalam sandur ini biasanya berperan sebagai tokoh germo yang berfungsi
sebagai dalang yang sekaligus dukun yang mengobati para pemain jaranan yang
sedang trans. Untuk penonton itu sendiri terdiri dari semua lapisan masyarakat,
mulai dari anak-anak sampai orang tua. Tingkat apresisi masyarakat terhadap
kesenian Sandur ini tergolong baik, ini dapat dilihat dari banyak jumlahnya
penonton. Tak jarang para penonton juga ikut menirukan tembang yang dilantunkan
oleh panjak hore.
Perubahan
Struktur Drama Pada Pertunjukan Sandur di Bojonegoro.
Dari sumber
berpendapat bahwa perbandingan bentuk pertunjukan untuk mengetahui koherensi,
masing-masing bagian dan unsur-unsurnya dapat dipahami keberadaan struktur
bentuknya secara keseluruhan , yakni adanya hubungan timbale balik antara
subyek dan bentuknya yang bersifat secara internal dan eksternal dalam
menciptakan suatu kesatuan penampilan yang harmonis. Unsure unsure yang
dianalisis adalah tema cerita, pemain, pola permainan, tata arias dan busana,
property, iringan lagu atau tembang, tempat dan sarana pertunjukan, waktu penyajian
dan penonton. Dan berikut ini adalah uraian analisis unsur unsur pertunjukan
sandur di Bojonegoro yang telah mengalami moderisasi di bandingakan dengan
sandur di kabupaten Tuban.
Tema lakon
pertunjukan sandur adalah persoalan kehidupan sehari hari tentang kehidupan
masyarakat. Dalam hal ini kehidupan yang mencangkup hubungan antar
masyarakat, antara masyarakat dengan individu dan antar peristiwa yang
terjadi dalam batin seseorang. Lakon sandur bercerita tentang persoalan sosial,
konflik, serta peristiwa yang dapat ditemui pada kehidupan masyarakat. Petani
misalnya, mencari pekerjaan menggarap lahan pertanian, saling mengejek
kekurangan uang. Sebagai contoh lakon petak. Dalam lakon ini diceritakan
tentang tokoh petak yang sedang mencari pekerjaan kepada germo, namun germo
tidak dapat memenuhi keinginan petak, kemudian menyarankan kepada petak untuk
meminta pekerjaan kepada tangsil. Ditempat tangsil juga tidak dapat
dipekerjakan yang kemudian dalihkan kepada balong. Yang akhirnya balong member
pekerjaan kepada petak. Yakni mencari lahan pertanian untuk bercocok tanam.
Pemain yang
pada awalnya seluruh permainan sandurn diperankan oleh laki-laki, namun dalam
perkembangannya dapat berubah sesuai dengan kebutuhan ceritanya. Sebagai contoh
pertunjukan sandur di Bojonegoro tokoh cawik digantikan oleh peran perempuan,
namun tidak untuk sandur di Tuban yang seluruh pemainnya tetap laki-laki hingga
saat ini. Pada peran tokoh perempuan yang di mainkan oleh laki-laki pada
penokohan ini di anggap sebagai peraturan yang tidak dapat diubah. Selain itu
masih dipertahankan aturan bahwa pertunjukan sandur dimainkan oleh anak
laki-laki yang belum balig atau belum di khitan. Menurut peratran, anak anak
tersebut tidak bisa di khitan sebelum memainkan peran pada pertunjukan sandur
sebanyak empat puluh kali. Aturan tersebut sudah menjadi pakem khususnya pada
peran petak, cawik, tangsil, dan balong. Empat tokoh inilah yang disebut
“sandur” dalam tradisi sandur di Tuban. Maksud dari fenomena ini adalah menjaga
kesakralan dalam setiap pertunjukannya. Beberapa pemain yang sudah di sebutkan
diatas adalah unsur pemain yang sama-sama terdapat pada masing masing sandur.
Selain pemain pemain tersebut, masih ada beberapa pemain yang tidak dimiliki
oleh masing masing sandur yang akhirnya menjadi identitas kekhususan masing
masing. Misalnya sandur di Bojonegoro terdapat tukang jaran, srati, pandegra
dan tukang ngalong. Demikian pula pada sandur di Tuban masih terdapat pelaku
yang tidak di temukan di sandur Bojonegoro yakni mantri, nyai, cah angon, kaji
nyolong celeng, cino dingklang pados celeng, sopir cikar (bajingan), juru kunci
atau tukang tandhuk, ketua rombongan, panjak oncor, tukang kedut dan tukang
bancik.
Pola
permainan dalam penyajiannya pada sandur di Bojonegoro terdiri dari tiga bagian
yaitu: bagian pembuka, bagian isi cerita atau inti cerita, dan bagian akhir atu
penutup. Dalam bentuk penyajiannya sandur dilakukan dengan dialog dan menari.
Dialog yang di gunakan adalah bahasa Jawa dengan dialeg Bojonegoro. Dialog
dilakukan secara berulang ulang sehingga terkesan monoton, yang diungkapkan
tidak hanya laku dan suara (dalam bentuk percakapan), tetapi serentak dilakukan
juga dengan menyanyikan dan bergerak yang di iringi musikm secara terpadu. Pada
sandur di Tuban, pertunjukan terdiri dari empat bagian yakni: bagian pra
pertunjukan, pembukaan pertunjukan, adegan inti atau isi cerita, bagian penutup
atau akhir, pada bagian penutup atau akhir di iringi dengan gambluh oleh-oleh.
Pada tradisinya sandur di Tuban maupun di Bojonegoro keduanya dipentaskan pada
malam hari yakni di mulai pukul 21.00 WIB sampai menjelang subuh. Namun pada
masa perkembangannya, saat ini sandur dipentaskan dengan durasi 2 sampai 3 jam
saja. Faktor-faktir yang membuat durasi sandur mulai berkurang di antaranya adalah
kesesuaian cerita dan tujuan yang akan disampaikan, keberadaan penonton juga
menjadi perhatian pada sukses atau tidaknya pertunjukan sandur. Kesenian sandur
sebagai kesenian rakyat memiliki wujud atau bentuk khas yang berdiri sendiri
secara utuh. Bentuk tersebut dapat dinilai melalui analisa unsur-unsur yang
terdapat didalamnya.
Potensi
lokal bak intan. Harus digali untuk mendapatkannya, harus diasah agar berkilau,
menampilkan keindahannya. Betapa beruntungnya kita, karena seluruh pelosok
negeri ini dianugerahi banyak potensi yang menunggu untuk ditemukan dan
dikilaukan. Begitupun dengan Bojonegoro, kota dimana saya di besarka, kota
dimana sekarang saya tinggal dan menempuh pendidikan. Saya yakin Bojonegoro tak
luput dari keberuntungan yang dimiliki negeri ini. Jika kita menyebut nama kota
kecil ini di kota-kota besar, sering kita mendapat selorohan seperti
“Bojonegoro itu dimana sih? Letaknya di daerah mana? Emangnya di peta ada?”
miris mendengarnya. Betapa Bojonegoro menjadi kota yang belum dikenal banyak
orang. Bojonegoro hanyalah kota kecil yang belum menunjukkan kilaunya.
Sebenarnya
banyak sekali potensi yang bisa kita temukan dari Bojonegoro. Misalnya, dari
segi ekonomi. Bojonegoro memiliki tambang minyak yang sangat berpotensi untuk
meningkatkan perekonomian daerah. Dari segi pariwisata, Bojonegoro memiliki
obyek wisata seperti Bendungan Gerak yang terdapat di kecamatan Kalitidu, Waduk
Pcal di kecamatan Temayang, Kedung Maor di kecamatan Temayang, dan juga
baru-baru ibi Bojonegoro memiliki tempat wisata yang tidak kalah keren dari
kota lain, yaitu terdapatnya wisata Negeri Atas Angin yang berada di kecamatan
Sekar daerahh kabupaten Bojonegoro bagian selatan, dan masih banyak lagi tempat
wisata yang ada di Bojonegoro. Semua menjadikan Bojonegoro kota yang diminati
para wisatawan domestik maupun luar untuk berkunjung dan menikmati wisata yang
ada di Bojonegoro ini. Dari segi budaya? Jangan salah. Bojonegoro mempunyai
segudang tradisi, kisah sejarah, maupun kesenian. Jika kita pernah menengok
kebelakang ada sebuah potensi di bidang kesenian yang luput dari pandangan
kita. Kesenian apakh itu? Sandur. Mungkin kita asing mendengarnya. Memang
sandur pernah berkilau di eranya, namun perlahan meredup, bahkan nyaris musnah.
Sandur merupakan perpaduan antara tari dan teater tradisional. Pertunjukan
teater dalam sandur dimainkan oleh empat tokoh pakem yang harus ada. Mereka
akan memainkan cerita yang berkaitan dengan agrarian seperti bercocok tanam,
mencari kerja, atau menikah, biasanya pertunjukan ini diawali sengan tarian
jaranan dan di akhiri dengan atraksi kalongking. Sandur berbeda dengan format
pertunjukan teater lainnya. Ini yang membuat sandur menjadi unik.
Keunikan
sandur tidak hanya itu saj. Pada zaman dahulu, sandur memang seing di pentaskan
dalam pesta rakyat atau hajatan. Banyak sekali penikmat sandur pada saat itu,
mereka mereka akan berbondong-bondong menontonnya, kebanyakan dari mereka
menunggu-nunggu penampilan jaranan dan kalogking. Para penginggat kesenian
daerah mulai sedikit demi sedikit menghapus pandangan buruk tentang sandur,
mereka berniat untuk mengembalikan citra baik sandur dimata masyarakat, sandur
mulai dengan pentaskan kembali dalam kesempatan-kesempatan tertentu. Meskipun
ini artinya fungsi sandur menjadi bergeser, tidak lagi sebagai pertunjukan
dalam pesta rakyat atau hajatan.sandur bahkan mulai di perkenalkan pada para
pelajar dengan masuknya sandur dalam teater-teater sekolah. Para pelajar di
ajari bermain sandur lalu mementaskannya. Sandur pun kini mulai di libatkan
dalam lomba dan di tampilkan dalam festival kesenian.unsur-unsur mistis dari
sandur pun otomatis di hilangkan, juga terdapat improvisasi di sana-sini dalam
penyajiannya, misalnya saja ide cerita yang di sesuaikan oleh kebutuhan.
Beruntunglah,
dengan adanya usaha-usah menggali dan memperdayakan sandur, masyarakat Bojonegoro.
Kesenian pun membangun dan melestarikan kearifan lokal, selain itu juga
menambah keanekaragaman jenis potensi Bojonegoro. Keraagaman jenis potensi
lokal memang sangatlah bergantung pada pola pikir dan moral masyarakatnya.
Bagaimana mereka memiliki kesadaran untuk mempertahankan potensi yang sudah
ada, dan bagaimana mereka mencari cara untuk mengembangkan sebuah potensi
bagaimana mestinya. Jika pola pikir dan moral yang baik telah tertanam dalam
diri masyarakat Bojonegoro, semestinya mereka akan berlomba-lomba untuk
menggali, memoertahankan, dan mengembangkan potensi-potensi lokal dari kota
tercintanya ini.
Untuk
itu,masyarakat Bojonegoro secara luas harusnya lebih mengenal sandur. Kita
patut mempertahankannaya sebagai budaya warisan leluhur, dan kemudian
mengembangkannya untuk dapat di lihat dari kanca yang lebih luas lagi. Tinggal
sedikit lagi kita menggasanya, kita bisa yakin sandur akan kembali berkilau
seperti sedia kala.
Semestr II prodi S1 Kep.
Stikes Icsada Bojonegoro
0 komentar